Jumat, 21 Maret 2014

KODE MANTYASIH



Empat Kode Mantyasih


Empat kode Mantyasih berawal dari pembahasan mengenai cinta sebagai alasan keberadaan segala sesuatu. Unsur-unsur yang membentuk cinta, yakni kebaikan, kebenaran, keindahan, dan kesederhanaan, kemudian dipasangkan dengan unsur-unsur yang ada pada diri manusia, yakni kehendak, pikiran, perasaan, dan tindakan. Tersusunlah empat kode, yakni:  

Berkehendak Baik,  
Berpikir Benar, 
Berperasaan Indah, dan 
Bertindak Sederhana

Keempat kode tersebut juga berkait erat dan menggunakan perumpamaan dengan unsur-unsur yang yang membentuk alam semesta, yakni udara, air, api, dan tanah. Dengan memperhatikan dan menjaga empat kode tersebut, itu berarti juga menjaga keseimbangan empat unsur alam, baik yang ada dalam diri kita maupun yang ada pada semesta. Sehingga, terciptalah kedamaian dan harmoni, serta kehidupan yang penuh cinta. Inilah harapan dan tujuan, dari perenungan dan pengayaan Mantyasih yang di dalam Buku Konsep Iman dalam Cinta dan Kasih, keempat kode tersebut dijabarkan dalam dua belas kaidah yang ringkas, dan mudah dilaksanakan.

KONSEP MANTYASIH


Konsep Mantyasih


Saudaraku yang diberkahi Allah, Mantyasih merupakan istilah yang menjadi asal-usul nama suatu daerah, yakni Kampung Mateseh, yang kemudian menjadi Kota Magelang. Mantyasih bermakna Iman dalam Cinta dan Kasih. Makna itulah yang coba kita perkaya, kita kembangkan menjadi spirit yang mudah diingat, dan merangkum keseluruhan tujuan dalam hidup setiap manusia. Setidaknya, ada dua hal yang bisa kita pahami dari ungkapan iman dalam cinta dan kasih. Pertama, dalam setiap wujud cinta dan kasih, kita bisa temukan iman di dalamnya. Kedua, wujud tertinggi dari keimanan adalah cinta dan kasih.

Keimanan adalah keyakinan kepada Tuhan, yang mencipta keberadaan segala sesuatu, dan mengaturnya dengan sebaik-baik pengaturan. Keyakinan semacam ini, akan memberi makna pada keberadaan kita. Dengan percaya pada Tuhan, kehidupan kita menjadi tidak sia-sia. Karena, dengan kepercayaan tersebut, kita memiliki arah, memiliki alasan, dan memiliki harapan, akan setiap hal yang kita lakukan, dan tidak kita lakukan. Pilihan-pilihan maupun keputusan yang kita buat menjadi berarti, memiliki makna, dan kita merasakan kebahagiaan.

Kita bisa membaca dalam Buku Konsep Iman dalam Cinta dan Kasih (Mantyasih), uraian lengkap mengenai makna keberadaan kita, mengapa kita mesti ada, mengapa mesti ada manusia, mengapa harus ada segala sesuatu, mengapa segala sesuatu tidak hilang saja, bagaimana jika segala sesuatu tidak pernah ada, termasuk kita, lalu dimanakah kita, seperti apakah kita, apakah maksud Tuhan menciptakan semuanya, lalu kenapa ada penderitaan, kenapa mesti ada yang miskin, yang teraniaya, yang kelaparan, kenapa ada perang, lalu kenapa ada kelahiran tapi diakhiri dengan kematian, dan sebagainya. Semua itu dibahas dalam Buku Konsep Iman dalam Cinta dan Kasih (Mantyasih). Buku kecil yang ringan dibawa kemana-mana, dan tidak memakan banyak waktu untuk membacanya.

Semoga bermanfaat untuk saudara-saudaraku semuanya.

MANTYASIH (Iman dalam Cinta dan Kasih)


MANTYASIH
Iman dalam Cinta dan Kasih



Istilah Mantyasih tidak begitu penting tanpa maknanya, yakni iman dalam cinta kasih. Sedangkan iman dalam cinta kasih, hanya menjadi slogan yang mati, jika tidak ada eksplorasi lebih lanjut mengenai maksud dari ungkapan tersebut. Saya sendiri merasakan kebahagiaan yang sulit terkatakan, bahwa akhirnya, jawaban dari perjalanan pencarian saya selama ini, terangkum dalam ungkapan itu, “iman dalam cinta dan kasih”. Nah, anggap saja saya sedang membagi kebahagiaan yang saya rasakan kepada Anda, para pembaca yang budiman. 

Pembagian yang sifatnya tidak terbatas. Karena, Anda bisa mengambil berapapun bagian yang Anda kehendaki, tanpa mengurangi bagian orang lain. Bahkan, Anda bisa melipatgandakan, serta memberikan nilai tambah, pada setiap bagian yang Anda ambil. Dengan demikian, kegiatan berbagi kebahagiaan ini, menjadi pelipatgandaan kebahagiaan, hingga jutaan kebahagiaan menjadi milik kita bersama, milik kita semua.

Dalam ungkapan “iman dalam cinta kasih”, setidaknya ada dua pemahaman: pertama, di dalam cinta kasih, kita temukan iman; kedua, iman dalam hal (mengenai) cinta kasih. Implikasi maknanya pun menjadi dua: pertama, saat kita mencintai dan mengasihi, kita akan menemukan iman di dalamnya; kedua, beriman adalah tentang mencintai dan mengasihi. Tegasnya, cintailah, kasihanilah, maka engkau memiliki iman (beriman); jika engkau memang beriman, maka wujudkanlah imanmu dengan mencintai dan mengasihi. 

Berangkat dari pemahaman tersebut, pembahasan mengenai mantyasih akan sama-sama kita bentangkan. Harapan saya, hal ini bisa menjadi semacam titik pijak bagi kita semua, dari agama atau kepercayaan manapun, dalam rangka mewujudkan kehidupan yang damai, bersama Tuhan, bersama kita semua. Semoga, demikian pula yang menjadi harapan Anda.

Kita akan membahas hal yang paling menarik di muka bumi, sepanjang sejarah peradaban umat manusia, dan akan senantiasa abadi hingga kapanpun, yakni ‘Cinta Kasih’. Semua manusia pernah merasakan betapa bahagianya jatuh cinta. Saya rasa, tidak ada yang lebih membahagiakan dari perasaan semacam itu. Jutaan kisah, ribuan karya, telah ditulis dalam berbagai tradisi, hanya mengenai satu hal, ‘Cinta’. Perasaan cinta, mencintai dan dicintai, tidak ada yang bisa menandinginya. Pun, sebuah aktivitas yang disebut ‘bercinta’, merupakan kenikmatan yang juga tak tertandingi sepanjang masa. Seks menjadi tema yang selalu dicari dan menjadi perhatian berbagai kebudayaan, dari pengertian yang paling sakral-spiritual, hingga yang paling profan-porno. Keduanya, cinta dan bercinta, akan kita bahas tanpa memedulikan dikotomi perbedaan antara keduanya. Demikian, setelahnya, semoga kita bisa bersama-sama merasakan orgasme mutual, dan berkesinambungan, serta mengarahkan energinya kepada hal-hal yang memungkinkan kehidupan yang lebih indah dan menentramkan. Mari katakan, “Amin!”