Jumat, 23 Mei 2014

Kehidupan Adalah Saat Ini




Saat ini saya sedang menulis sebuat tulisan, merangkai deretan kata menjadi kalimat, yang berasal dari sesuatu di dalam diri saya. Sesuatu itu berloncatan penuh suka cita, kadang tidak sabar untuk di tata pada deretan yang saya inginkan. Suka kerepotan pada awalnya, tetapi semakin lama, semakin mereka—sesuatu itu—menurut pada komando saya. Mereka seperti domba-domba yang digembala. Semakin mengenal si anak gembala, semakin kuat ikatan antar mereka, semakin penurut untuk diarahkan kemana saja. Mungkin, demikian dengan kata-kata. Kadangkala perlu juga, meniupkan seruling untuk menyanyikan beberapa lagu yang disukai kata-kata, eh gembala saya itu. Gunanya adalah untuk menyamakan frekuensi, agar terjadi kesatuan bahasa, satunya jiwa, sehingga hanya dengan menggerakkan hati saja, mereka sudah berjingkrak-jingkrang tak karuan.

Saat ini, Anda sedang membaca tulisan saya, mengernyit alis, mengerutkan dahi, mencoba memahami, dan mengeluarkan kata-kata persetujuan ataupun ketidaksetujuan dalam batin. Mestinya dibeberapa tempat di dalam tulisan saya, Anda tertawa, setidaknya tersenyum (itu sih yang ada di benak saya). Dan mungkin tergerak, untuk copy paste ke tempat penyimpanan dokumen Anda dengan membuat sebuah file bertuliskan “DOKUMEN PENTING”, atau “TULISAN BAGUS” atau “CELOTEH APAAN INI” ah saya terlalu berlebihan yah.

Apa dari tadi Anda sudah menyadari maksud tulisan ini? Ya, betapa asyiknya menghayati setiap keadaan saat ini. Bahwa melupakan masa lalu itu sulit, itu hampir melanda semua orang, termasuk saya. Bahwa memikirkan masa depan bikin pusing, paling tidak sakit kepala sebelah stadium dua, itu juga menjadi persoalan yang dirasakan semua orang. Ohoi, jangan terlalu serius. Bila masa lalu selalu menghantui kita, biarkan ia larut dalam kehidupan masa kini yang tentu lebih nyata. Bila masa depan selalu membuat kita cemas, biarkan saja ia berlarian dalam kehidupan kita saat ini, kalau sudah cape, kan hilang sendiri. Yah, sampah di belakang rumah perlu kita buang saat ini juga, kursi dan meja bisa kita rapikan saat ini sembari melihat sinetron kesukaan kita. Orang-orang di pinggir jalan, yang kita lewati, tentu bahagia mendapat sapaan hangat, dan senyuman manis kita. Kita bisa memilih untuk menikmati setiap tarikan nafas yang menyegarkan itu, atau melewatkannya. Kita bisa memilih untuk mendengar betapa merdu detak jantung kita, atau berpura-pura tuli karena kesibukan memikirkan rencana masa depan. 

Uang yang hanya satu-satunya, tinggal dua puluh ribu, bisa Anda gunakan saat ini untuk memberikan kebahagiaan pada pengamen kecil yang ada diperempatan, atau memuaskan dahaga Anda dengan membeli satu butir kelapa muda lengkap dengan butiran es dan lelehan sirup warna merah (atau Anda lebih suka lelehan gula jawa?) tanpa perlu ambil pusing bahwa besok Anda tidak ada uang sama sekali. Nikmati saja hari ini. Besok pun pasti ada sesuatu untuk dinikmati. Lusa pun pasti ada kebahagiaan yang menanti. Masa lalu? Auk ah gelap. Biarin aja. 

Kehidupan adalah saat ini, apa yang sudah Anda lakukan hari ini? Nikmatilah senikmat-nikmatnya. Setiap langkah adalah jamuan keajaiban yang penuh cinta dan suka cita, teramat sayang untuk kita lewatkan begitu saja. Eh, tiba-tiba kita sudah sampai ke tujuan. Anda tertarik untuk mencoba?

Memutuskan Bahagia Sekarang Juga




Apakah sulit? Memang terasa sulit jika kondisi saat ini benar-benar tidak oke. Bagaimana mau bahagia, jika apa yang kita inginkan tidak terwujud dalam kenyataan. Bagaimana harus bahagia kalau hal yang tidak kita inginkan, malah datang dengan bertubi-tubi. Bagaimana mesti bahagia, jika tanda-tanda menuju keberhasilan atau titik terang tersibaknya penghalang tidak terlihat? Kebahagiaan kita erat kaitannya dengan kesesuaian antara apa yang kita inginkan dengan apa yang menjadi kenyataan. Jika sesuai, maka kita akan bahagia, jika tidak sesuai maka kita tidak bahagia. Kita ingin kaya, dan nyatanya kita memiliki kekayaan, bisnis maju, omset selalu naik, dan uang begitu berlimpah mendatangi kita, kita bahagia; karena sesuai. Kita ingin jodoh yang cantik, alim, baik hati, nyatanya kita mendapatkan wanita sempurna, dan langsung di acc oleh calon mertua, kita bahagia; karena sesuai. Kita ingin sukses belajar, sukses menguasai ilmu, sukses meraih gelar, lulus cepat, nyatanya kita mendapatkan itu semua, kita bahagia; karena sesuai.

Perhatikan, intinya adalah kesesuaian. Jika sesuai, pasti bahagia. Kesesuaian jika kita cermati lebih dalam sebenarnya adalah keseimbangan, artinya seimbangnya neraca di kanan dan kiri. Kita pernah melihat timbangan bukan? Di salah satu sisi kita letakkan ukuran (sebuah silinder logam padat dari tembaga, biasanya), sedangkan di sisi yang lain kita letakkan barang atau benda yang akan ditimbang. Beras satu kilo, maka ukurannya juga satu kilo. Gula setengah kilo, maka ukurannya juga setengah kilo. Tidak mungkin, ukuran satu kilo, berasnya satu setengah kilo, pasti tidak akan seimbang. Kalau tidak seimbang, maka perlu ada yang dikurangi atau ditambah. Saat seimbang, penjual dan pembeli tentu sama-sama puas, sama-sama bahagia. Sebelum mencapai keseimbangan, keduanya masih belum bahagia, masih ada ganjalan. 

Jika kita ingin beras satu kilo, kita perlu menempatkan ukuran satu kilo. Semakin besar yang kita timbang, semakin besar pula ukuran yang mesti kita sediakan, dan bahkan semakin besar pula timbangannya. Timbangan untuk ukuran ton, tentu berbeda dengan timbangan untuk ukuran kilo. Jika timbangan ukuran kilo digunakan untuk menimbang ukuran ton, tentu tidak akan bisa.

Nah, dengan demikian, semakin besar sesuatu yang kita inginkan, maka semakin besar pula ukuran yang mesti kita sediakan. Ukuran itu adalah kapasitas diri kita. Dengan demikian, sebesar apa keinginan kita, sebesar itu pula kita menyiapkan kapasitas diri berupa pengetahuan, ketrampilan, kualitas, kepribadian, mental, dan kerja keras. Semua itu agar sesuai. Jika sesuai maka keseimbangan tercapai, artinya kita bahagia. Coba tebak, kenapa kita tidak bahagia? Ya, karena keinginan kita demikian besar, sementara kapasitas diri kita tidak sebesar keinginan tersebut. Tidak mungkin tercapai keseimbangan, sehingga tidak akan bahagia.

Ada dua cara agar kita bisa bahagia, yakni mencapai titik keseimbangan. Pertama, terus menerus meningkatkan kapasitas diri. Ikuti beragam pelatihan, kuasai bermacam-macam ketrampilan, tambah terus pengetahuan, latih mental, luaskan pergaulan, dan lakukan apa saja untuk meningkatkan kualitas diri. Tentu saja, hal ini perlu waktu, perlu kerja keras, dan proses yang tentu tidak instan.

Yang kedua, cara yang paling mudah. Menyesuaikan keinginan, dengan kapasitas kita saat ini. Jadi, keinginannya yang diturunkan dan dikurangi. Ibaratnya, kalau memang kapasitas kita saat ini hanya seperti ukuran satu kilo, buatlah keinginan yang tidak lebih dari satu kilo. Lihat saja, kita pasti bahagia.

Atau, cara rahasia yang paling mudah, pokoknya super duper mudah. Biarkan timbangannya! Tanpa ukuran, tanpa apapun untuk ditimbang. Nol. Tanpa keinginan. Pasti bahagia, saat ini juga.

Untuk bahagia sekarang juga, kita hanya perlu me-nol-kan timbangan kehidupan kita. Kosongkan segala macam keinginan, dan hilangkan segala macam ukuran; lupakan bahwa kita punya kapasitas ini itu, deretan gelar ini itu, pengetahuan dari ribuan buku, dan pengalaman ratusan tahun (emang ada?). Timbangan akan seimbang dengan sendirinya, dan kita akan benar-benar merasakan kebahagiaan yang damai, saat ini juga. Tertarik untuk mencoba?

Jumat, 21 Maret 2014

KODE MANTYASIH



Empat Kode Mantyasih


Empat kode Mantyasih berawal dari pembahasan mengenai cinta sebagai alasan keberadaan segala sesuatu. Unsur-unsur yang membentuk cinta, yakni kebaikan, kebenaran, keindahan, dan kesederhanaan, kemudian dipasangkan dengan unsur-unsur yang ada pada diri manusia, yakni kehendak, pikiran, perasaan, dan tindakan. Tersusunlah empat kode, yakni:  

Berkehendak Baik,  
Berpikir Benar, 
Berperasaan Indah, dan 
Bertindak Sederhana

Keempat kode tersebut juga berkait erat dan menggunakan perumpamaan dengan unsur-unsur yang yang membentuk alam semesta, yakni udara, air, api, dan tanah. Dengan memperhatikan dan menjaga empat kode tersebut, itu berarti juga menjaga keseimbangan empat unsur alam, baik yang ada dalam diri kita maupun yang ada pada semesta. Sehingga, terciptalah kedamaian dan harmoni, serta kehidupan yang penuh cinta. Inilah harapan dan tujuan, dari perenungan dan pengayaan Mantyasih yang di dalam Buku Konsep Iman dalam Cinta dan Kasih, keempat kode tersebut dijabarkan dalam dua belas kaidah yang ringkas, dan mudah dilaksanakan.

KONSEP MANTYASIH


Konsep Mantyasih


Saudaraku yang diberkahi Allah, Mantyasih merupakan istilah yang menjadi asal-usul nama suatu daerah, yakni Kampung Mateseh, yang kemudian menjadi Kota Magelang. Mantyasih bermakna Iman dalam Cinta dan Kasih. Makna itulah yang coba kita perkaya, kita kembangkan menjadi spirit yang mudah diingat, dan merangkum keseluruhan tujuan dalam hidup setiap manusia. Setidaknya, ada dua hal yang bisa kita pahami dari ungkapan iman dalam cinta dan kasih. Pertama, dalam setiap wujud cinta dan kasih, kita bisa temukan iman di dalamnya. Kedua, wujud tertinggi dari keimanan adalah cinta dan kasih.

Keimanan adalah keyakinan kepada Tuhan, yang mencipta keberadaan segala sesuatu, dan mengaturnya dengan sebaik-baik pengaturan. Keyakinan semacam ini, akan memberi makna pada keberadaan kita. Dengan percaya pada Tuhan, kehidupan kita menjadi tidak sia-sia. Karena, dengan kepercayaan tersebut, kita memiliki arah, memiliki alasan, dan memiliki harapan, akan setiap hal yang kita lakukan, dan tidak kita lakukan. Pilihan-pilihan maupun keputusan yang kita buat menjadi berarti, memiliki makna, dan kita merasakan kebahagiaan.

Kita bisa membaca dalam Buku Konsep Iman dalam Cinta dan Kasih (Mantyasih), uraian lengkap mengenai makna keberadaan kita, mengapa kita mesti ada, mengapa mesti ada manusia, mengapa harus ada segala sesuatu, mengapa segala sesuatu tidak hilang saja, bagaimana jika segala sesuatu tidak pernah ada, termasuk kita, lalu dimanakah kita, seperti apakah kita, apakah maksud Tuhan menciptakan semuanya, lalu kenapa ada penderitaan, kenapa mesti ada yang miskin, yang teraniaya, yang kelaparan, kenapa ada perang, lalu kenapa ada kelahiran tapi diakhiri dengan kematian, dan sebagainya. Semua itu dibahas dalam Buku Konsep Iman dalam Cinta dan Kasih (Mantyasih). Buku kecil yang ringan dibawa kemana-mana, dan tidak memakan banyak waktu untuk membacanya.

Semoga bermanfaat untuk saudara-saudaraku semuanya.